Moralitas Menurut Pandangan Etika Immanuel Kant

Alfiyanti Destya Wynda Putri
7 min readDec 3, 2020

--

Abstrak

Pada masa modern saat ini, terkadang arti penting tentang moral atau bagaimana seseorang dapat berbuat baik seringkali menjadi bahan pertentangan. Terlebih jika hal tentang moral tersebut dikaitkan pada isu yang terkait dengan Hak Asasi Manusia. Permasalahan tersebut akan menimbulkan banyak perpecahan jika tidak diberi pandangan atau pemikiran yang cukup tentang apa yang harus dilakukan agar sesuai dengan ajaran tentang moral yang dapat diperoleh dari mana saja. Ajaran tersebut pun dapat diperoleh dari agama maupun pemikiran para tokoh-tokoh filosof yang eksis pada zamannya.

Pada zaman yang melahirkan banyak pemikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, zaman postmodern ikut andil besar dalam hal tersebut. Postmodernisme muncul akibat adanya kegagalan modernisme dalam mengangkat martabat manusia. Bagi postmodernisme, paham modernisme telah gagal membuktikan janjinya untuk membawa kehidupan manusia menjadi lebih baik tanpa adanya kekerasan. Perkembangan IPTEK pada masa modernisme sendiri telah membawa kehancuran bagi manusia saat itu. Peperangan terjadi dimana-mana dan menyebabkan manusia hidup menderita.

Modernisme menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus mutlak serta objektif. Sehingga lahirlah pandangan postmodernisme sebagai cara untuk memberi pencerahan dan jalan tengah untuk meluruskan kekeliruan tersebut sebagai bentuk koreksi dalam pandangan modernisme. Bagi postmodernisme, ilmu pengetahuan tidaklah objektif tetapi subjektif dan interpretasi, sehingga kebenarannya adalah relatif.

Salah satu tokoh postmodernisme yang ikut memiliki andil dalam perkembangan ilmu Etika adalah Immanuel Kant. Ia memperkenalkan moralitas dalam ilmu Etikanya dan penerapan Imperatif Kategorisnya sebagai dasar dalam Filsafat Moral.

Historisitas Tokoh

Immanuel Kant adalah seorang filsuf besar yang lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg, sebuah kota kecil di Prussia Timur (lahir di Königsberg, Kerajaan Prusia, 22 April 1724 — meninggal di Königsberg, Kerajaan Prusia, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun). Merupakan anak keempat dari seorang pembuat pelana kuda dan baju zirah. Keluarganya penganut kristen yang saleh. Keyakinan agamanya merupakan latar belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofis yang dia kembangkan, terutama masalah Etika. Kant hidup pada saat pencerahan sedang mekar-mekarnya di Jerman. Pada abad ke-18 Eropa Barat mengalami zaman baru yang disebut dengan zaman pencerahan. Nama ini diberikan pada zaman ini karena manusia mulai mencari cahaya baru di dalam rasio nya sendiri.

Kant menempuh pendidikan dasar di Saint George’s Hospital School. Pada usia delapan tahun, Immanuel Kant memulai pendidikan formalnya di Collegium Fredericanum yaitu sekolah yang berlandaskan semangat Pietisme. Di sekolah ini Kant mendalami bahasa Latin, yaitu bahasa yang sering dipakai oleh kalangan terpelajar dan para ilmuwan saat itu untuk mengungkapkan pemikiran mereka.

Pada tahun 1742 , Kant memasuki Universitas Konigsberg sebagai mahasiswa yang belajar dalam bidang teologi. Tetapi Kant menjadi sangat bosan dengan teologi, dan terlihat tertarik pada matematika dan fisika. Awal ketertarikannya pada matematika dan fisika adalah ketika dia membaca buku Newton hingga terbukalah matanya pada ilmu pengetahuan dan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan yang diungkapkan dalam buku Newton.

Tahun 1755, Immanuel Kant memulai karirnya sebagai dosen swasta di Universitas Konigsberg. Pada tahun yang sama Kant memperoleh gelar “Doktor” dengan disertasi berjudul “Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api(Meditationum Quarundum de Igne Succinta Delineatio), merupakan sebuah karya yang ada pada bidang ilmu alam.

Immanuel Kant bekerja sebagai privatdozent di Konigsberg dengan mengajarkan mata kuliah : metafisika, geografi, pedagogi, fisika dan matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak, dan mineralogi. Kant juga dijuluki sebagai “Sang Guru yang Cakap” (Der Schone Magister) karena cara mengajarnya hidup dengan kepandaian seorang orator. Immanuel Kant mampu menggerakkan pikiran dan perasaan para pendengarnya dengan ketajaman pikirannya.

Pada bulan Maret 1770, Immanuel Kant memperoleh gelar profesor logika dan metafisika dari Universitas Konigsberg dan kemudian menjadi guru besar untuk logika dan metafisika di Universitas yang sama. Dia secara rutin menyajikan materi kuliah tentang geografi fisik. Hal ini dilakukannya sepanjang tahun sampai tahun 1796.

Kehidupan Immanuel Kant sebagai filsuf dapat dibagi menjadi dua periode yakni zaman Pra-Kritis dan Kritis. Pada zaman Pra-Kritis, Kant menganut pendirian rasionalistis Wolff dan kemudian terpengaruh dengan konsep empiris Hume, lalu mulai meninggalkan Rasionalisme. Immanuel Kant mengatakan, Hume yang telah membangunkan diri dari tidurnya dalam dogmatisme. Dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangan kepada pengertian yang telah ada tentang Allah atau substansi atau nomade, tanpa mengetahui apakah rasio telah memiliki pengertian tentang hakekatnya sendiri atau tidak.

Lalu pada zaman Kritis, ia mengubah wajah filsafat secara radikal dengan filsafat Kritisismenya. Filsafat kritis adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya.

Pada tahun 1796 M, Immanuel Kant berhenti memberi kuliah dengan alasan usia yang sudah tua, pada tahun 1798 M kesehatannya mulai menurun. Pada tanggal 12 Februari 1804 Kant meninggal dunia pada usia 80 tahun dalam keadaan pikun. Banyak pelayat berdatangan dari segenap penjuru Konigsberg, dan seluruh Jerman. Jenazahnya dikuburkan di perkuburan kota. Kubur itu kemudian rusak dan diperbaiki pada tahun 1881, dan pada tahun 1924 saat peringatan 200 tahun kelahiran Kant, sisa-sisa tulang-belulangnya dipindahkan ke serambi katedral di pusat kota Konigsberg.

Pemikiran Tokoh di Bidang Etika

Moral atau moralitas berasal dari kata latin mores yang berarti adat kebiasaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata moral berarti “akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup”.

Menurut Imamnuel Kant, moralitas — adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah yang di pandang sebagai kewajiban. Moralitas dapat tercapai apabila mentaati hukum lahiriah bukan karena hal itu membawa akibat yang menguntungkan atau takut pada kuasa sang pemberi hukum, melainkan menyadari sendiri bahwa hukum itu merupakan kewajiban.

Moral adalah kata hati, suara hati, perasaan, suatu prinsip yang a priori, dan absolut.

Kata hati itu adalah suatu categorical imperative, yaitu perintah tanpa syarat yang ada dalam kesadaran kita. Perintah itu ialah perintah untuk berbuat sesuai dengan keinginan universal, yaitu hukum kewajaran. Moralitas bukan merupakan suatu doktrin tentang bagaimana kita mencapai kebahagian, melainkan bagaimana kita dapat membuat diri kita layak mencapai kebahagian.

Menurut Kant, ada dua macam perintah atau imperatif, yaitu imperatif hipotesis dan imperatif kategoris. Imperatif hipotesis — adalah perintah bersyarat, berlaku secara umum. Perintah ini mengatakan suatu tindakan diperlukan sebagai sarana atau syarat untuk mencapai sesuatu yang lain. Sedangkan imperatif kategoris — adalah perintah mutlak, berlaku umum dan selalu ada dimana-mana atau universal. Imperatif kategoris tidak berhubungan dengan suatu tujuan yang hendak dicapai dan bersifat formal, artinya hanya merumuskan syarat yang harus dipenuhi oleh perbuatan manapun agar memperoleh nilai moral yang baik, terlepas dari tujuan material.

Dalam buku Grundlegung Kant mengatakan bahwa satu-satunya hal yang baik tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Tetapi, baik disini tidak bersifat mutlak. Semuanya akan menjadi tidak baik apabila disalahgunakan oleh orang yang berkehendak jahat. Oleh karena itu Kant berpendapat bahwa hanyalah kehendak baik yang bersifat baik secara mutlak, terlepas dari berbagai hal termasuk tujuan yang akan dicapai.

Menurut Kant, Ia menegaskan bahwa suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan kewajiban itu memiliki nilai moral dari prinsip formal atau maxime formal. Seseorang dapat dikatakan baik secara moral apabila ia menerima maxime material yang sesuai dengan maxime formal. Maxime formal dibedakan Kant dari Maxime material.

Maxime material — adalah kaidah atau prinsip subjektif yang memerintahkan seseorang untuk melakukan perbuatan tertentu demi mencapai tujuan tertentu. Sedangkan maxime formal — adalah maxime yang memerintahkan kita melakukan begitu saja kewajiban kita apapun wujud kewajiban itu.

Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya. Pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, Ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, Ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya.

Analisis Kritis Mengenai Pemikiran Immanuel Kant

Mengenai pemikiran moral Immanuel Kant, secara garis besar dapat diterima dengan baik oleh manusia sebagai pandangannya dalam bertindak serta menentukan tindakan seperti apa yang baik dan buruk maupun yang benar dan salah. Pemikiran Kant mengenai moral juga masih dapat relevan hingga saat ini karena pengertiannya yang menyatakan, bahwa satu-satunya hal yang baik tanpa pengecualian adalah “kehendak baik”. Karena kehendak baik tersebut selalu berasal dari kata hati atau biasa disebut juga sebagai intuisi.

Sementara kata hati atau intuisi ini selalu tidak akan pernah bisa dipandang salah karena dalam pengambilan keputusannya selalu melibatkan feelings. Walaupun dalam pengambilan suatu keputusan yang melibatkan intuisi ini tidak dapat sepenuhnya dikatakan benar. Karena apa yang benar dan salah tersebut masih harus dievaluasi kembali menggunakan rasio pemikiran yang logis dan jelas. Dan dari beberapa hal tersebut, kita harus mempelajari konsep dari “niat baik”, “kewajiban”, “tugas” serta beberapa hal yang lain dan bagaimana hubungannya secara logis terhadap satu sama lain.

Kesimpulan

Tujuan paling utama dalam filsafat moral pandangan Kant adalah untuk mencari prinsip dasar metafisika moral. Dimana ia mengerti bagaimana menentukan perbuatan baik adalah bagian dari sebuah kewajiban. Kant juga berpendapat bahwa kebaikan tertinggi untuk kemanusiaan adalah kebajikan moral. Sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kebaikan merupakan sesuatu yang harus diamalkan umat manusia tanpa memandang alasan serta tujuan tertentu.

Perbuatan baik yang benar adalah melakukan kebaikan tanpa pamrih dan meninggalkan tujuan-tujuan buruk. Namun yang dapat disayangkan adalah kebajikan moral tidak selalu memberi dampak kesejahteraan bagi manusia. Yang pasti akan didapat dari adanya kebajikan moral adalah — kebahagiaan yang berasal dari perasaan batiniah sebagai ganjaran (imbalan) karena telah berperilaku baik.

Walaupun begitu, sejatinya memanusiakan manusia sesuai etika sosial dengan berbuat baik terhadap sesama merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan tanpa terkecuali. Selama kita masih hidup di tengah-tengah manusia, membutuhkan manusia bahkan makhluk hidup lain, tidak ada alasan untuk tidak memiliki moral yang baik dalam berperilaku. Bahkan, mungkin ada manusia yang tidak peduli bagaimana visual seseorang. Karakter dan bagaimana seseorang memperlakukan sesamanyalah yang dapat dijadikan titik acuan untuk menilai apakah seseorang dapat dikatakan bermoral atau tidak bermoral.

Daftar Pustaka

Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Bertens, K. 2007. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kant, Immanuel and Henry Allison.et.all (Ed.). 2002. Theoretical Philosophy after 1781. New York: Cambridge University Press.

Johan, Setyawan dan Ajat Sudrajat. 2018. Pemikiran Postmodernisme dan Pandangannya Terhadap Ilmu Pengetahuan: Jurnal Filsafat Vol. 28, No. 1. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Asdi, Endang Daruri. 1995. Imperatif Kategoris dalam Filsafat Moral Immanuel Kant: Jurnal Filsafat №23. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

--

--